KODE ETIK JURNALISTIK


Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.



Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.



Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:

1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
2.Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
3.Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
4.Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
5.Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
6.Federasi Serikat Pewarta-Masfendi
7.Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa’a Hia
8.Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
9.Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
10.Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
11.Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
12.Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
13.Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
14.Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
15.Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
16.Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
17.Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
18.Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
19.Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
20.Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
21.Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
22.Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
23.Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
24.Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
25.Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
26.Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
27.Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
28.Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
29.Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat

:: UU 40/1999, PERS ::

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 40 TAHUN 1999 (40/1999)
Tanggal: 23 SEPTEMBER 1999 (JAKARTA)

--------------------------------------------------------------------------------

Tentang: PERS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin;

b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;

d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;

e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:

1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.

4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.

5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.

7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing.

8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.

9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.

10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.

11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik *9980 tentang dirinya maupun tentang orang lain.

13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.

14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

BAB II

ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS

Pasal 2

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Pasal 3

(1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

(2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Pasal 4

(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Pasal 5

(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.

(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.

(3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.

Pasal 6

Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal *9981 yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

BAB III Wartawan

Pasal 7

(1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.

(2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 8

Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

BAB IV PERUSAHAAN PERS

Pasal 9

(1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.

(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.

Pasal 10

Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

Pasal 11

Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.

Pasal 12

Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Pasal 13

Perusahaan pers dilarang memuat iklan:

a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Pasal 14

Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.

BAB V DEWAN PERS

Pasal 15

(1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.

(2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; g. mendata perusahaan pers.

(3) Anggota Dewan Pers terdiri dari:

a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

(4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.

(5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.

(7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:

a. organisasi pers; b. perusahaan pers; c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.

BAB VI PERS ASING

Pasal 16

Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 17

(1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.

*9983 (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 18

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

(1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.

(2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2815 ) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3235);

2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap *9984 Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala; dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd MULADI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 166

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS


I. UMUM

Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.

Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi *9985 juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah".

Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat.

Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara. Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.

Pasal 4

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. Ayat (2) Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku. *9986 Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.

Pasal 5

Ayat (1) Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 6

Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.

Pasal 7

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

Pasal 8

Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9

Ayat (1) Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers. Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 10

*9987 Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers.

Pasal 11

Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 12

Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara : a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan; b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik; c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media yang bersangkutan. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan. Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1) Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional. Ayat (2) Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1) Cukup jelas *9988 Ayat (2) Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat dibentuk lembaga atau organisasi pemantau media (media watch).

Pasal 18

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12. Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3887

Komentar